SEJARAH



SEJARAH PONDOK PESANTREN PUTRI “ROUDLOTUL BANAT” BEBEKAN-PERENG-SEPANJANG
A.   Kilas Balik Generasi Pertama
Sebelum masuk ke dalam pokok persoalan, yaitu sejarah berdirinya Pondok Pesantren Roudlotul Banat, ada baiknya juga dibicarakan terlebih dahulu terkait proses ditemukannya sejarah tersebut.
Merujuk pada pertemuan alumni madrasah angkatan pertama yang diadakan pada tahun 1968 (ketika itu, para pendahulu dari ponpes Roudlotul Banat telah banyak yang wafat), terbesit suatu keinginan untuk mengetahui secara utuh mengenai sejarah awal berdirinya ponpes Roudlotul Banat, agar generasi penerus nantinya tidak melupakan landasan dasar dan tujuan dari didirikannya ponpes Roudlotul Banat. Sehingga nantinya, dengan diketahuinya landasan dasar dan tujuan tersebut dapat dijadikan pedoman dalam mengembangkan Pondok Roudlotul Banat pada masa-masa yang akan datang.
Pada pertemuan itu, yang hadir diantaranya yaitu:


  1. KH. Chamim Syahid al-Hafifdz,
  2.  Bapak Bachri,
  3.  Ibu H. Choiriyah
  4.  Ibu Nyai Chalimah, dan
  5. Ibu Zainab Muhshin.


Setelah dilaksanakan sebuah diskusi (sambil mencari masukan-masukan), pada akhirnya dapat ditemukan kesatuan pendapat maupun persepsi, bahwa Pondok Pesantren yang bertempat di Jalan Pereng, Kelurahan Bebekan, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo ini, keberadaannya bermula dari kegiatan-kegiatan pengajian ba’da subuh, yang diikuti oleh penduduk sekitar desa Bebekan yang diasuh oleh ibu Nyai Masyrifah. Tempat pengajian yang di asuh oleh ibu Nyai Masyrifah tersebut terletak di rumah buyut Ali (bangunan tersebut sekarang menjadi Asrama bagi santriwati, yang lantai atasnya ditempati MI dan MTs yang terletak disebelah timur). Bangunan tersebut memiliki bentuk yang unik, karakter bangunannya dipengaruhi oleh budaya Cina, gagasan tersebut muncul sebagai sebuah konklusi karena bangunan tersebut memiliki  Konde, sedangkan Konde merupakan sebuah desain yang menjadi ciri khas dari gaya bangunan Cina.
Menurut riwayatnya, bangunan kuno tersebut telah berkali-kali berganti fungsi maupun penghuninya. Misalnya, bangunan tersebut pernah ditempati untuk penggilingan padi (yang letaknya tepat di bagian belakang, yang sekarang ditempati untuk ruang belajar TK Roudlotul Banat). Juga pernah ditempati penggadaian. Selain itu, juga pernah dikontrak oleh orang Turki. Pernah juga, rumah tersebut kosong, karena agresi Belanda, sehingga dialihfungsikan sebagai tempat pengungsian.
Setelah berganti-ganti fungsi maupun penghuni, sebagaimana yang tersebut diatas, maka para sesepuh pada waktu itu berpikir, baiknya digunakan untuk apa bangunan ini agar dapat lebih bermanfaat? atas dasar inilah para sesepuh yang ada melakukan Istikharah atau bermunajat kepada Allah SWT untuk memohon petunjuk.
Dalam Istikharah tersebut, para sesepuh mendapatkan petunjuk lewatan melihat ikan bader yang banyak sekali berjajar di satu halaman. Setelah melewati perenungan yang dalam dan Ikhtiar-ikhtiar lainnya. Maka, pada saat itu para sesepuh menyimpulkan bahwasannya penglihatan tersebut merupakan sebuah isyarat bahwa bangunan tersebut akan mendapatkan berkah jika bangunan tersebut digunakan untuk tempat pendidikan.
Kemudian, atas inisiatif Alm. H. Ichsan (Ayah Ust. Usman Ihsan) maka resmilah bangunan tersebut digunakan sebagai tempat pendidikan, tepatnya yaitu pendidikan al-Qur’an dan saat itu yang bertugas sebagai pendidik adalah Ibu Masyrifah. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1367 H/1946 M, yang kemudian di sepakati bahwasannya tahun tersebut merupakan tahun berdirinya Pondok Pesantren Roudlotul Banat.
Sebelumnya, menurut riwayat yang dapat di tinjau, ibu Masyrifah setiap sebelum subuh diantar oleh ayah beliau yaitu K. Wachid untuk mengaji di K. Fatchul Mubin. Sehingga ba’da subuh beliau dapat mengajar murid-muridnya sendiri. Kemudian, pada saat itu murid-murid ibu masyrifah sangat senang dengan metode pembelajaran ibu Masyrifah, sehingga pada tahun 1368 H/1947 M murid-murid ibu Masyrifah menjadi bertambah banyak secara alamiah.

B.   Dimulainya sistem Pengajian Klasikal
Sebagaimana telah dikemukakan di atas. Bahwa murid ibu Masyrifah bertambah banyak. Maka hal ini menjadikan problem tersendiri bagi proses kelancaran kegiatan pengajian pada waktu itu. Mengingat kemampuan dan kecerdasan setiap peserta didik itu tidak sama dan terkadang setiap peserta didik jug memiliki potensi yang berbeda antara satu dengan yang lain, maka untuk memecahkan permasalahan ini, dipakailah sistem klasikal yaitu dengan cara mengelompokkan peserta didik yang ada sesuai dengan tingkat kemampuannya.
Dari sini, setelah digunakannya sistem klasikal tersebut ternyata memunculkan problematika baru, yaitu dibutuhkannya tenaga pendidik baru, sebagai pembantu sekaligus pendamping perjuangan ibu Masyrifah dalam dakwatul Islamiyyah. Hal ini kemudian dilaporkan kepada sesepuh yang ada, dengan tujuan, jika problematika ini segera diselesaikan maka proses pendidikan tidak akan mengalami hambatan terlalu lama. Pada akhirnya, pada tahun itu juga (1368 H/1947 M) ibu Masyrifah dinikahkan dengan Ust. Abd. Rahman yang pada waktu itu beliau masih mondok di Ponpes Tebu Ireng Jombang. Namun, menurut riwayat yang ada, Ust. Abd. Rahman kala itu sudah mengajar, di mana disiplin keilmuan yang beliau dalami dan ajarkan adalah Ilmu Sharaf.
Kemudian, pendidikan dan pengajian tersebut bertambah hari bertambah baik. Mengingat sistem yang dipakai senantiasa kondusif dengan zamannya, maka dari sini, dalam pertemuan alumni tersebut diambil kesepakatan, bahwa sebagai promotor berdirinya Pondok Pesantren yang sekarang bernama “Roudlotul Banat” adalah ibu Nyai Masyrifah, di mana pendiriannya juga tidak terlepas dari bantuan para sesepuh, keluarga, dan masyarakat sekitar.
Namun, tentang penyebutan nama “Roudlotul Banat” sebetulnya baru muncul pada tahun 1964 M. Nama tersebut mulai digunakan secara alamiah, dalam arti penggunaan nama tersebut tidak melalui suatu perbincangan atau rapat terlebih dahulu, karena pada saat itu, pendidikan dan pengajian yang ada memang diperuntukkan khusus untuk putri, sehingga dengan sendirinya nama tersebut dipakai. Makna dari nama Roudlotul Banat ialah Taman Kaum Putri, dari kata Roudloh = Taman dan Banat = Kaum Putri. Jadi, dahulu memang tidak ada rapat khusus yang membahas terkait nama dari tempat pendidikan ibu Nyai Masyrifah dan juga tidak terpikir oleh para pendiri maupun sesepuh terkait hal-hal yang bersifat Administratif untuk kedepannya.

C.   Mulai Berdirinya Pondok (Asrama) Bagi Santri yang Menetap
Kemudian dalam perjalanannya mulai tahun 1950-1957 M, pendidikan dan pengajian yang ada di Pesantren Roudlotul Banat semakin lama semakin berkembang pesat, landasan dari adanya penilaian tersebut adalah dikarenakan pada tahun tersebut di Pesantren Roudlotul Banat mulai mendapati kedatangan santri-santri dari luar kota dan mereka belajar sambil menetap/mondok di Pesantren Roudlotul Banat.
Oleh sebab itu, pada akhir tahun 1957 M Pesantren Roudlotul Banat telah selesai membangun Asrama yang difungsikan sebagai tempat bermalam para santri. Bangunan dari Asrama putri dimasa itu tergolong sangatlah sederhana, dengan model leter “L”, di mana dindingnya terbuat dari “Sesek”, dan lantainya masih “Plesteran”. Sehingga dapat diceritakan bila hujan tiba, bocor di mana-mana. Namun, para pengasuh di masa itu juga ikut merasakan keadaan yang sama dengan para santrinnya.
Tentang jumlah santri yang menetap di masa itu, menurut informasi yang ada ialah kurang lebih berjumlah 30 orang dan salah satu latar belakang berkembang pesatnya Pondok Pesantren Roudlotul Banat dengan cepat ialah dikarenakan masyarakat di masa itu memang sangat antusias dalam mempelajari Ilmu Agama. Jadi, salah satu latar belakang kesuksesan berdirinya ponpes Roudlotul Banat ialah karena adanya sikap antusiasme yang  tinggi dari masyarakat sekitar dan adanya sifat ikhlas dari para pendidiknya.

D.   Perkembangan Pondok Pesantren Putri “Roudlotul Banat”
Pada dasarnya, setelah melewati berbagai macam ikhtiyar, ikhtiyar dzahir maupun ikhtiyar bathin, perkembangan Pesantren dapat dilakukan semata-mata hanyalah karena adanya “Fadlal” atau anugrah dari Allah SWT. Begitu juga dengan perkembangan yang ada di ponpes Roudlotul Banat, bangunan Pondok yang awalnya sangat sederhana tersebut kemudian sedikit demi sedikit di renovasi yang akhirnya sekarang menjadi bangunan Pondok/Asrama dengan bentuk leter “L” yang terletak di sebelah barat, sebelah pintu gerbang Pondok, yang kemudian dikenal dengan sebutan “Pondok Lama”.
Pada masa renovasi Pondok, namun belum sampai selesai 100% ibu Nyai Masyrifah Wafat, tepatnya pada tahun 1969 M. Kemudian, perjuangan serta tanggung jawab untuk mengembangkan ponpes Roudlotul Banat di emban oleh suami dari ibu Nyai Masyrifah, yaitu Ust. Abd. Rahman. Namun, 14 bulan kemudian, tepatnya pada tanggal 27 Rojab 1392 H/1971 M, beliau menyusul Wafat.
Dalam masa 14 bulan tersebut, Ust. Abd. Rahman berjuang sekuat tenaga untuk menuntaskan bangunan-bangunan yang belum selesai. Salah satunya ialah kamar mandi sebelah utara Pondok Lama yang sebagian biaya pembuatannya di dapat dari dana sumbangan. Kemudian, Ust. Abd. Rahman juga berusaha mengurus surat “Pewakafan Tanah” dari seluruh lokasi yang ditempati Pondok, yaitu mulai dari timur (yang sekarang ditempati Pondok baru) sampai halaman depan paling barat yang asalnya hanya berstatus “Hak Ibahah”.
Pada masa itu, tidak semua anggota keluarga setuju untuk mewakafkan tanahnya. Jadi, bagi keluarga yang tidak bersedia mewakafkan tanahnya, maka tanah tersebut diminta dengan jalan memberikan Hak Syuf’ah kepada anggota keluarga yang tidak bersedia mewakafkan tanahnya tersebut. Pada masa itu, biaya yang dikeluarkan untuk mengurus surat wakaf ialah Rp. 2000.000,- (Dua Juta Rupiah), kemudian biaya yang dikeluarkan untuk keluarga yang meminta Hak Syuf’ah ialah Rp. 285.000,- (Dua Ratus Delapan Puluh Lima Ribu Rupiah).
Setelah pengurusan “Wakaf Tanah” tersebut selesai dan kebutuhan akan tempat yang digunakan untuk melaksanakan proses pembelajaran sangat dibutuhkan, maka pembangunan Pondok/Asrama saat itu secara sementara dihentikan dan yang menjadi fokus proyek pembangunan selanjutnya ialah dibidang tempat pendidikan.
Kemudian sejak saat itu, Pondok Pesantren Putri “Roudlotul Banat” mengalami banyak perkembangan-perkembangan, di mana para pengelolanya pada saat ituberalih dari generasi pertama ke generasi kedua. Perkembangan-perkembangan yang di alami itu, baik yang berkenaan dengan fisik  maupun unit-unit pendidikannya sebagai konsekwensi logis dari adanya perpaduan (konvergensi) dari dua sistem pendidikan, yaitu sistem pendidikan tradisional dengan sistem pendidikan modern yang kemudian melahirkan unit-unit pendidikan yang ada, di mana hal ini tidak lain merupakan tuntutan zaman dan tuntutan dari masyarakat.
Adapun mengenai unit-unit pendidikan yang ada di lingkungan Pondok Pesantren Putri “Roudlotul Banat” sampai tahun ini adalah sebagai berikut.


  1. Play Group (PG) “Roudlotul Banat”.
  2.  Taman Kanak-Kanak (TK) “Roudlotul Banat”.
  3.  Madrasah Ibtida’iyah (MI) “Roudlotul Banat”.
  4.  Madrasah Tranawiyah (MTs) “Roudlotul Banat”.
  5. Madrasah Aliyah (MA) “Roudlotul Banat”.
  6. Madrasah Diniyah (MADIN) “Roudlotul Banat”.
  7. Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) “Roudlotul Banat”.
  8. Tahfidzul Qur’an (TQ) “Roudlotul Banat”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar